Sabtu, 18 Desember 2010

Ciri syari’at Islam : Kekal, Menyeluruh, Dan Sempurna

Syari’at Islam adalah syari’at yang mana Allah mengutus Rasul-Nya yang mulia, Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam, yang memiliki tiga ciri tersendiri, yakni sebagai syari’at  yang kekal, menyeluruh dan sempurna.
Sifat Syari’at itu sebagai syari’at yang kekal hingga hari Kiamat. Ditunjukkan dalam firman Allah ‘azza wajalla :
{ َما كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أََحَدٍ مِّن رِّجَاِلكُمْ وَ لَكِن  رَّسُولَ اللهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِّينَ } ( الأحزاب : 40)
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu,tetapi dia adalah Rasulullahdan penutup nabi-nabi.Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari No. 71  dan Imam Muslim No. 1037 dari hadits Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “Saya telah  mendengar  Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, ia akan dipahamkan oleh Allah dalam perkara Agama ini, dan sesungguhnya aku sebatas yang membagikan sedangkan Allah-lah yang memberikan segalanya, dan akan senantiasa ummat ini tegak diatas  perintah Allah tidak akan mendatangkan mudhorot siapapun yang menyelisihi mereka, hingga datang ketetapan Allah ta’ala.”
Dan syari’at ini juga berlaku umum bagi kaum jin dan manusia, yang mana mereka adalah kesemuanya adalah ummat Rasululullah shollallahu ‘alaihi wasallam, yakni ummat da’wah, dalam arti bahwa setiap manusia dan jin mulai saat diutusnya beliau, sampai datangnya hari kiamat, selalu diserukan untuk memeluk diin/agama yang hanif –lurus–, yang mana agama ini adalah sebab Allah mengutus Rasul-Nya yang mulia.
Sebagaimana firman Allah :
{ وَاللهُ يَدْعُوا إلى دَارِ السَّلاَمِ وَ يَهْدِي مّن يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ } ( يونس : 25 )
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam)”
Dalam ayat yang mulia ini diisyaratkan adanya ummat da’wah dan ummat ijabah. Adapun ummat da’wah ditunjukkan  dalam firmanNya:
{ وَاللهُ يَدْعُوا إِلَى داَرِ السَّلامِ } ( يونس : 25 )
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga)”
Maknanya : Allah menyeru kepada setiap orang, (maf’ul/objek dihilangkan untuk memberikan faidah penunjukan keumuman), sedangkan ummat ijabah sebagaimana dalam firmanNya:
{ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم } ( يونس : 25 )
“Dan Allah menurunkan hidayah-Nya kepada yang ia kehendaki menuju Shirothol mustaqim – jalan yang lurus-”
Sesungguhnya yang memberi hidayah kepada mereka adalah Allah, untuk menuju asshirathal mustaqim (jalan yang lurus), mereka adalah ummat yang menjawab seruan Rasulullah  sholallahu ‘alaihi wassallam dan memeluk din yang hanif –lurus-, mereka inilah kaum muslimin. Hidayah yang diberikan bagi ummat ijabah  merupakan keutamaan dari Allah dan taufiqNya, hidayah  untuk menuju jalan yang lurus ini adalah taufiq dari Allah yang diberikan kepada yang dikehendaki di antara mereka, tidak ada yang memiliki hidayah tersebut kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla:
{ إِنَّكَ لاَ تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَ لَكِنَّ اللهَ يَهْدِى مَن يَشَاءُ } ( القصاص : 56 )
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya”
Adapun hidayah Dilalah (penunjuk jalan) dan hidayah Irsyad (petunjuk jalan yang lurus), Allah telah menetapkannya untuk NabiNya sholallahu ‘alaihi wassallam, sebagaimana firmanNya:
{ وَ إِنَّكَ لَتَهْدِى إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ } ( الشورى : 52 )
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”
Yaitu: beliau sebagai penuntun dan pemberi petunjuk.
Di antara dalil dari bahwa da’wah  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam tertuju kepada manusia seluruhnya, sebagaimana firmanNya:
{ قُلْ يَأَيُهَا النَّاسُ إِنِّى رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا} ( الأعراف : 158 )
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua,”
Dan sabda beliau sholallahu ‘alaihi wassallam: “Dan demi Dzat yang mana hatiku dalam genggamanNya! Tidak seorangpun dari ummat ini yang telah mendengar keberadaan-ku, baik ia itu Yahudi ataupun Nasrani,  yang mana mereka meninggal dan tidak beriman dengan apa yang aku sampaikan dengannya kecuali  dia adalah salah satu dari penghuni neraka.”
( Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shohihnya No: 153 )
Dan intisarinya sebagaimana yang terdapat dalam Al qur’anul Karim, sebagaimana disebutkan dari Sa’id Ibnu Jubair rahimahullah dalam firman Allah ‘azza wajalla :
{ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ } ( هود : 17 )
“Dan barang siapa diantara mereka ( orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Qur’an , maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya”
Ibnu Katsir menyebutnya di dalam tafsirnya  tentang ayat ini dalam surat Huud.
Di antara dalil bahwa dakwah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam juga kepada seluruh jin, sebagaimana firmanNya:
{ وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيكَ نَفَرًا مِّنَ الجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْءَانَ فلَمَّا حَضَرُوهُ  قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قَضِىَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُّنْذِرِينَ (29)  قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيهِ يَهْدِي إِلَى الحَقِّ وَ إِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ(30) يَاقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعَى الله ِوَءَامِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم  مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (31) وَمَنْ لاَ  يُجِبْ دَاعَى اللهِ  فَلَيْسَ بِمَعْجِزٍ فِى الأرْضِ وَلَيْسَ لَهُ  مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءُ أُوَلآئِكَ فِى ضَلآلٍ مُبِينٍ(32) } ( الأحقاف : 29 – 32 )
29.Dan (ingatlah)ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan AlQur’an,maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata:”Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)” Ketika pembacaan telah selesai mereka kebali kepadakaumnya (untuk) memberi peringatan.
30. Mereka berkata :”Hai kaum kami,sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (AlQur’an) yang telah diturunkan kepada Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.
31.Hai kaum kami,terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada allah dan berimanlah kepadaNya,niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamudan melepaskan kamu dari adzab yang pedih.
32.Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang meyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari adzab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah,mereka itu dalam kesesatan yang nyata”
Dan firman Allah  ‘azza wa jalla dalam surat ArRahman:
{ فَبِأَيِّ أَلاَ ءِ  رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ }
” Maka ni’mat Rabbmu yang manakah yang kamu dustakan? “
Ayat tersebut adalah seruan dari Allah bagi kaum manusia dan jin, dan ayat ini disebutkan dalam satu surat sebanyak  tiga puluh satu kali.
Terdapat dalam Sunan At Tirmidzi  No: 3291 dari Jabir radhiallahu’anhu dia berkata: “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam keluar menuju para sahabatnya kemudian membacakan untuk mereka surat Ar Rahman dari awal sampai akhir dan merekapun terdiam, beliau berkata : “Saya telah membacakannya bagi para jin waktu lailatul jin, dan mereka adalah sebaik baiknya kaum diantara kalian   dalam menyambut ayat ini, dimana setiap kali saya sampai pada firmannya:
{ فَبِأَيِّ أَلاَ ءِ  رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ }
” Maka ni’mat Rabbmu yang manakah yang kamu dustakan? “
Mereka berkata: “Kami tidak menanggapi akan nikmatMu wahai Rabb kami tapi kami malah mendustakan, dan kepadaMu segala puji.”
Dan hadits ini mempunyai penguat dari hadist Ibnu Umar dikeluarkan oleh Ibnu Jarir, lihat takhrijnya dalam Silsilah Ash Shohihah oleh Al Albaniy  No: 2150, dan dari salah satu surat-surat di dalam Al Qur’an adalah surat Jin, dimana  Allah telah mengisahkan tentang mereka di dalam surat Jin tersebut beberapa perkataan mereka.
Adapun ciri yang ketiga dari syari’at Islam, yaitu sifat kesempurnaan, Allah ‘azza wajalla berfirman dalam Al Qur’an Al ‘Azis:
{ اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَ رَضِيْتُ لَكُمْ الإِسْلاَمَ دِيْناً }
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu , dan telah Aku cukupkan kepadamu ni’matKu dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu”
Dan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam bersabda : “Saya telah tinggalkan kalian diatas suatu permisalan yang putih bersih, malamnya seperti siangnya tidak ada seorangpun yang menyimpang daripadanya kecuali dia binasa.”
(Hadits shohih, diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘ashim dalam As Sunnah  No: 48, dari hadist ‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu’anhu dan beliau meriwayatkan juga  No: 47 dari hadits Abi Darda’ radhiallahu’anhu)
Dan pada Shohih Muslim  No: 262 dari hadist  Salman radhiallahu’anhu dia berkata: dikatakan kepada beliau: “Sungguh Nabi kalian -sholallahu ‘alaihi wassallam- telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga tentang perihal buang hajat”,  maka dia berkata : “Benar! sungguh kita telah dilarang dari menghadap kiblat ketika buang hajat atau kencing, kita istinja’ –membersihkan kemaluan- dengan tangan kanan, ataukah kurang dari 3 buah batu, atau dengan mempergunakan kotoran yang kering atau tulang.”
Dan hal itu menunjukkan atas kesempurnaan  syariat ini dan memenuhi  segala sesuatu  yang dibutuhkan umat ini  hingga adab-adab menunaikan hajat, dan di dalam Shohih Muslim juga  No: 1844 dari Abdullah Ibnu ‘Amr Bin Ash radhiallahu’anhuma  : Sesungguhnya Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam bersabda :    ” Sesungguhnya tidaklah ada seorang Nabi sebelumku, kecuali dia  suatu kewajiban baginya untuk menunjukkan kepada umatnya segala kebaikan dari yang telah diajarkannya bagi mereka, dan memperingatkan mereka dari segala kejelekan yang telah diajarkannya bagi mereka.”
Dan diriwayatkan oleh Al Bukhory  dalam Shohihnya  No: 5598 dari Abi Al Juwairiyah, dia berkata : “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas tentang Badziq (anggur perasan yang dimasak), beliau menjawab : “Hal ini telah dahulu –diterangkan- oleh Muhammad sholallahu ‘alaihi wassallam, bahwa setiap yang memabukkan itu semua haram.” Beliau berkata: “Minuman –yang diperbolehkan – adalah yang halal dan yang baik “. Lalu beliau berkata: “Dan selain yang halal dan yang baik hanyalah sesuatu yang haram lagi  buruk.”
Badziq adalah salah satu jenis dari minuman, dan maknanya bahwa badziq tersebut belum ada pada zaman Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam, akan tetapi apa-apa yang telah datang dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam mencakup penjelasannya tentang badziq dan juga yang lainnya.
Yang demikian itu tercakup dalam keumuman sabdanya sholallahu ‘alaihi wassallam : “Segala  yang memabukkan maka dia adalah haram”, Dimana  keumuman hadits ini menunjukkan bahwa  segala sesuatu yang memabukkan yang terdapat di zaman Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam  atau yang baru dijumpai setelah zaman beliau sholallahu ‘alaihi wassallam, baik itu berbentuk cairan ataukah padat, sesuatu tersebut hukumnya haram, adapun yang tidak memabukkan maka dia adalah halal, dalam hal juga termasuk merokok yang didapati pada zaman-zaman terakhir ini sebagaimana halnya badziq, bahwasanya syariat dengan kandungan keumumannya menunjukkan atas keharamannya, demikian pula dalam firmanNya –ta’ala– berbicara  tentang nabiNya sholallahu ‘alaihi wasallam:
{ وَيَحِلُّ لَهُمُ الَّطيِبَاتِ وَ يُحَرِّمُ عَلَيهِمُ الخَبَائِثَ } ( الأعراف : 157 )
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”
Dan badziq bukanlah termasuk dari hal yang baik, akan tetapi dia       termasuk dari yang buruk, maka dengan begitu hukumnya menjadi haram, dan terlebih lagi –rokok- ini akan menimbulkan berbagai macam penyakit yang akan mengantarkan seseorang pada kematian, dan juga akan menyia-nyiakan harta, dan akan mengganggu orang lain dengan baunya yang tidak sedap, kesemuanya ini akan menegaskan pengharamannya.
Berkata Abu Dzar  radhiallahu ‘anhu : “Rasulullah  sholallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan kita dan tidaklah seekor burungpun mengepakkan kedua sayapnya kecuali di sisi kita sudah ada ilmu darinya.”
( Dikeluarkan oleh Abu Hatim dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya  No: 65.)
Dan beliau berkata makna dari “Di sisi kita sudah ada ilmu darinya”, yakni berupa perintah-perintah, larangan-larangan, pemberitahuan, segala perbuatan, dan pembolehan dari beliau sholallahu ‘alaihi wassallam, atsar ini dishohihkan oleh Syaikh Al Albaniy dalam Shohih Mawarid Adh Dhzom’an fii Zawaid Ibnu Hibban  karya  Al Haitsami 1/119 .
Dari bagian ilmu yang berada disisi kita dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam dalam hadits tentang burung –yang diharamkan -, sebagaimana yang diriwayatkan oelh Imam Muslim dalam Shohihnya  No: 1934,  dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau  berkata:” Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam melarang kita (memangsa) dari segala jenis binatang buas yang memiliki taring, dan dari  segala burung yang  memiliki cakar.”
Hal ini menunjukkan atas keharaman memakan setiap burung yang mempunyai cakar dan  dalam menangkap mangsanya mempergunakan cakar tersebut. Yang demikian adalah termasuk dari Jawami’u Kalam beliau sholallahu ‘alaihi wassallam. Ini dalam jika berbicara dalam masalah hukum, adapun dalam khobar/pemberitahuan dari beliau, di antaranya sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassallam : “Seandainya kalian bersungguh-sungguh dalam bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal  kepadaNya, niscaya Allah akan memberikan rizqi bagi kalian sebagaimana Allah memberi rizqi kepada seekor burung, yang berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar, dan kembali di waktu sore dalam keadaan kenyang.”
( Diriwayatkan oleh Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim, berkata At Tirmidzi hadits Hasan Shohih ,dan hadits ini adalah salah satu dari hadits-hadits yang mana Ibnu rajab menambahkannya dalam Arba’in An Nawawiyah.)
Berkata Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab beliau I’lamul Muwaqi’iin 4/ 375-376 dalam penjelasan beliau tentang kesempurnaan syari’at, beliau berkata: “Dan ini adalah salah satu masalah ushul dari sekian masalah ushuluddin bahkan yang paling banyak memberikan manfaat, dan sifatnya didasarkan atas satu  maksud, yakni keumuman risalah beliau sholallahu ‘alaihi wassallam ditinjau dari  setiap yang dibutuhkan oleh para hamba dalam ma’rifat mereka, dalam  ilmu dan amalan-amalan mereka, dan beliau tidaklah menjadikan ummat beliau membutuhkan seorangpun sepeninggal beliau, melainkan hajat mereka hanyalah butuh dengan seseorang yang menyampaikan kepada mereka segala yang dibawa oleh beliau, Maka risalah tersebut bersifat universal, yang sama sekali tidak ada takhshish -pengkhususan/pembatasan-; universal dari sisi siapa yang diutus kepada mereka dan universal dari sisi pada segala sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang diutus dengan risalah tersebut dalam masalah ushuluddiin dan masalah furu’iyah.
Risalah beliau suatu yang otentik, sempurna dan universal, tidak lagi butuh pada selainnya. Tidaklah sempurna iman kepadanya kecuali dengan menetapkan kandungan keumuman risalah beliau pada perkara demikian dan demikian, dan tidaklah seseorang dari mukallafiin keluar dari risalahnya, tidak pula terlewatkan satu bagian dari segala bagian dari al haq  yang mana umat membutuhkannya dalam ilmu dan amal mereka dari apa-apa yang disampaikan beriringan dengan risalah tersebut.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassallam wafat dan tidaklah seekor burungpun mengepakkan kedua sayapnya di langit kecuali beliau telah menyebutkan dari beliau bagi ummat beliau, berupa ilmu dan mengajarkan mereka segala sesuatu  hingga masalah adab-adab buang hajat, adab-adab jima’ dan tidur, berdiri dan duduk, makan dan minum, berkendaraan dan turun dari kendaraan, pergi dan menetap, diam dan berbicara, ketika bersendiri dan bergaul, dalam keadaan kaya maupun miskin, sehat dan sakit, serta seluruh hukum-hukum dalam kehidupan maupun berkaitan dengan kematian, mensifatkan kepada ummat beliau tentang al ‘arsy dan al kursi, malaikat dan jin, neraka dan surga, dan perihal hari kiamat dan yang terjadi pada hari itu, seakan-akan telah terjadi di hadapan mereka, memberitahukan kepada mereka sembahan dan Ilah mereka dengan ta’rif/pemberitahuan yang paling sempurna hingga seolah–olah mereka melihat-Nya dan menyaksikan-Nya dengan segala sifat kesempurnaan-Nya dan sifat keagunganNya, menerangkan kepada mereka para nabi-nabi beserta umat mereka dan kebaikan yang dianugerahkan kepada mereka serta siksa/adzab yang ditimpakan atas mereka, hingga seolah-olah umat tersebut berada di antara mereka, menerangkan jalan-jalan kebaikan dan kejelekan secara detail dan jelas yang mana nabi sebelumnya tidak memberitahukannya kepada umatnya.
Beliau Sholallahu ‘alaihi wassallam menerangkan dari keadaan kematian dan apa yang terjadi setelahnya dalam alam barzakh  dengan segala yang terjadi di dalamnya berupa kenikmatan dan adzab bagi ruh dan badan, yang mana nabi selainnya tidaklah memberitahukan hal ini, demikian juga beliau Sholallahu ‘alaihi wassallam menerangkan kepada umatnya daripada dalil-dalil tauhid, nubuwah dan hari pembalasan, dan bantahan atas seluruh firqoh ahli kufur dan menyesatkan, yang tidak seorangpun yang mengetahuinya berhajat kepada selain beliau, sepeninggal beliau, Allahumma, melainkan hanya membutuhkan seseorang yang akan menyampaikan kepadanya dan menerangkan segala yang masih tersamarkan.
Demikian pula Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassallam menerangkan  tentang siasat perang, ketika bertarung dengan musuh, jalan-jalan meraih  pertolongan dan kemenangan, yang sekiranya mereka mengetahui, dan memperhatikannya dengan seksama, maka tidak ada satupun musuh yang akan menguasai mereka selamanya. Beliau Sholallahu ‘alaihi wassallam juga menerangkan tentang tipu daya iblis dan jalan-jalan yang bisa mendekatkan mereka kepada tipudaya tersebut dan tentang bagaimana menjaga diri dari tipudaya dan makar iblis serta cara membentengi diri dari kejelekan iblis yang mana tidak lagi butuh penambahan atasnya, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassallam menerangkan tentang keadaan jiwa mereka beserta sifat-sifatnya yang hina dan rendah dan sifat-sifat yang mulia di mana mereka tidak lagi membutuhkan kepada selain penjelasan beliau.
Dan demikian pula Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassallam menerangkan tentang masalah kehidupan umatnya hingga mereka mengetahui dan mengamalkannya untuk dapat benar-benar istiqomah dalam kehidupan dunia mereka.
Kesimpulannya, bahwa beliau telah diutus ke tengah-tengah  mereka dengan segala kebaikan dunia dan akhirat dengan aturannya, dan tidaklah Allah menjadikan umat ini butuh kepada selain Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassallam, maka bagaimanakah bisa disangkakan bahwa syariatnya yang sempurna itu yang tak ada bandingannya dengan satu syari’atpun di alam ini mempunyai kekurangan? Yang mana syariat ini disangkakan membutuhkan    satu sistim  untuk menyempurnakannya atau membutuhkan kepada suatu qiyas, hakikat  ataukah penalaran  yang tidak didapati dalam syari’at ini, dan barang siapa yang menyangka demikian ini maka dia sebagaimana orang yang menyangka bahwa kaum manusia membutuhkan rasul lain sepeninggal beliau.
Itu semua bisa terjadi akibat tersamarnya risalah yang disampaikan oleh beliau bagi orang yang menyangka demikian, dengan kefahaman yang terbatas dari pemahaman  yang Allah telah taufiqkan bagi para shahabat Nabi-Nya yang hanya mencukupkan dengan segala penyampaian dari beliau, dan mereka –para shahabat-  mencukupkan diri dari selainnya, mereka menyadarkan hati-hati kaum manusia dan negari-negeri mereka, seraya mengatakan : “Ini adalah janji Nabi kami untuk kami, dan inilah janji kami pula bagi kalian semua.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar